SELAMAT DATANG DI "TEOLOGI KAUMAWAM"

Salam dalam Kasih Tuhan Yesus Kristus. Terimakasih telah mampir di blog yg sederhana ini. Kami sangat berterimakasih bila saudara berkenan memberi tanggapan atas tulisan yang saudara baca di blog ini. Karena dengan tanggapan itu kami akan dapat belajar dan berbagi, sebab untuk itulah blog ini dibuat agar hidup kita tetap terpelihara dalam persekutuan. Semua tulisan dalam blog ini dapat dikutip dengan tetap mencantumkan sumbernya. Kiranya Tuhan Yesus memberkati kita. Pax Vobiscum, Erianto Hasibuan

Senin, 14 Januari 2008

Batak Back To 17Th Century ?


Beberapa waktu yang lalu saya menerima SMS dari salah seorang Pdt. Yang menyatakan keprihatinan beliau atas rencana pembentukan oraganisasi Batak Islam disetiap Propinsi. Sang Pdt. Mengkawatirkan bahwa hal itu akan menjadi pertanda merosotnya perkembangan kekristenan dikalangan etnis Batak, sehingga beliau melalui lembaga yang dipimpinnya akan mengadakan kegiatan yang menguatkan para etnis Batak agar tidak memungkiri imannya dan bila memungkinkan untuk membawa jiwa-jiwa baru. Saya sebagai orang Batak sesungguhnya merasa malu dengan sang Pdt. Karena beliau sendiri bukanlah orang Batak, dan bahkan ybs. Berasal dari Non Kristen.
Dibalik kekawatiran sang Pdt. Tersebut, saya sendiri sebenarnya sudah mengamati gejala yang terjadi dikalangan etnis Batak. Dan yang menjadi keprihatinan pokok saya sesungguhnya adalah kembalinya kelompok-kelompok etnis Batak yang menyerukan ”Pemurnian Adat Batak”. Sesungguhnya saya tidak keberatan sama sekali dengan Adat Batak, tetapi kampanya ”Pemurnian Adat Batak” yang terjadi menurut pengamatan saya adalah mengembalikan seluruh ritual yang pernah dilakukan oleh para leluhur sebelumnya. Dengan demikian itu sama artinya dengan mengembalikan karakter awal para leluhur, sebelum hadirnya para misionaris.

Leluhur Pra Misionaris
Saya bukanlah ahli sejarah, tetapi dari beberapa buku yang saya baca misalnya Hesselgrave, David J and Rommen, Edward, Contextualization : Meanings, Methods, and Models, Baker Book House, 1989 ; Muller, Kruger, Dr. Th. Sejarah Gereja Di Indonesia. Badan Penerbitan Kristen-Jakarta, 1966 ; Pasaribu, Patar. M, DR. Ingwer Ludwig Nommensen Apostel di Tanah Batak, Univ. HKBP Nomensen, Medan, 2005 dan Schreiner, Lothar, Adat und Evangelium. Zur bedeutung der altvolkischen Lebensordnungen fur Kirche und Mission unter der Batak in Nordsumatra, Gutterslocher Verlagshaus Ger Mohn, 1972. Memberikan gambaran bagaimana para leluhur hidup dengan penuh kecemasan dan amarah yang selalu dihantui dengan perang antar sesama. Bahkan hanya sekedar urusan utang piutang dengan mudah kepala melayang, bahkan ritual demi ritual juga dilakukan dengan mengorbankan manusia sebagai sesajen. Pembantaian demi pembantaian dilakukan oleh seorang raja (kepala desa) terhadap raja lainnya.
Tidak dapat dipungkiri, kehidupan beradap para leluhur tercipta setelah Misionaris memasuki tanah Batak. Sebelumnya para leluhur adalah bangsa yang buas. Saya sebagai orang Baqtak tidak akan pernah malu sebagai orang Batak yang memiliki leluhur yang demikian, tetapi justru bersyukur karena dengan demikian Kasih Allah nyata bagi para leluhur dan turunannya hingga kini telah diubahkan menjadi bangsa yang beradap dan dapat hidup damao dengan siapapun tanpa didasari rasa takut,tetapi rasa kedamaian.

Adat Batak Vs Injil
Suara yang kerap didengungkan adalah, Adat Batak telah dirusak oleh hadirnya para Misionaris, sehingga ada kelompok yang saat ini gencar untuk mengembalikan kembali Adat Batak kepada bentuk yang Asali.
Pendapat kelompok ini sah-sah saja, tetapi yang perlu dihayati adalah, para Misionaris sendiri, utamanya Nommensen tidak berniat merusak atau merubah Adat (Budaya) Batak, yang mereka lakukan adalah, memberikan makna baru dari setiap Adat (budaya) Batak sehingga karakter bermusuhan dan menghancurkan satu sama lain tidak lagi ada didalamnya, hingga para leluhur dapat hidup berdampingan dengan damai. Ritual-ritual yang bersifat kekafiran (dari sudut pandang Iman Kristen) sudah barang tentu tidak lagi dilakukan, hingga untuk sementara diperlukan tempat ”pengasingan” yang disebut Huta Damai bagi para leluhur yang mengikut Kristus.
Sasaran kelompok ini umumnya adalah kalangan uneducated people sekalipun ada juga sebagian kecil kalangan educated people. Kalangan pertama tentu lebih mudah dipengaruhi mengingat mereka lebih banyak memahami mitologi-mitologi turun temurun dibanding pemahaman akan Iman Kristen. Untuk itu adalah tudas kita bersama untuk saling menguatkan. Utamanya adalah menumbuhkan budaya suka bertanya dan tidak malu (gengsi) bertanya dikalangan etnis Batak.
Tentu kita tidak berharap bahwa dimasa yang akan datang etnis Batak akan kembali dikunjungi para Misionaris yang prihatin karena prilaku ”KANIBAL” para leluhur hadir kembali di generasi berikutnya. Sekalipun pada awalnya kelompok ini kelihatannya santun dan hening, tetapi Sejarah telah membuktikan bahwa para leluhur dengan ajaran dan ritual yang dilakukannya pada masa lalu, tidak dapat menghadirkan DAMAI diantara mereka. Sementara Injil telah memberi kita DAMAI SEJAHTERA, SYALOM, PAX VOBISCUM.