SELAMAT DATANG DI "TEOLOGI KAUMAWAM"

Salam dalam Kasih Tuhan Yesus Kristus. Terimakasih telah mampir di blog yg sederhana ini. Kami sangat berterimakasih bila saudara berkenan memberi tanggapan atas tulisan yang saudara baca di blog ini. Karena dengan tanggapan itu kami akan dapat belajar dan berbagi, sebab untuk itulah blog ini dibuat agar hidup kita tetap terpelihara dalam persekutuan. Semua tulisan dalam blog ini dapat dikutip dengan tetap mencantumkan sumbernya. Kiranya Tuhan Yesus memberkati kita. Pax Vobiscum, Erianto Hasibuan

Kamis, 04 Agustus 2011

Teologi “Kemelaratan”

Bacaan :          Yesaya 39 : 1-8

Tujuan : Mendiskusikan prespektif Kristen akan harta benda.

Pengantar
Membaca topik di atas, sudah barang tentu menghadirkan rasa “kecut” di hati anda. Lain halnya jika saya membuat topik Teologi Kemakmuran. Karena pada dasarnya siapa sih yang mau hidup melarat ? Yang jelas bahasan kita kali ini, bukan memperdebatkan, Teologi Sukses atau kemakmuran yang pada dasarnya menekankan bahwa orang Kristen yang beriman dan benar-benar mengikuti Allah pasti akan kaya, atau harus kaya. Atau membahas Teologi kemiskinan yang pada dasarnya menolak materialisme demi mengagungkan asketisme.
Terlepas dari apa penyebutannya, pada dasarnya yang dipermasalahkan dalam Teologi Sukses atau Miskin adalah, bagaimana Alkitab memandang harta benda bagi umat Tuhan. Kekristenan tidak menghalangi umatnya untuk memiliki harta benda, namun yang perlu disadari bahwa pada harta benda itu tersembunyi kekuatan spiritualitas yang baik dan spiritualitas yang jahat dan dasyat. Pesona harta benda dapat menarik hati manusia sedemikian rupa, sehingga manusia berelasi mendalam dan emosional dengannya.

Belajar dari Hizkia

Hizkia anak Ahas pada usia dua puluh lima tahun, telah menjadi raja Yehuda. Hizkia adalah seorang raja yang baik. Kitab Raja-raja mencatat tiga hal kebaikan Hizkia. Pertama, Ia melakukan apa yang benar dihadapan Tuhan (2 Raj. 18:3); Kedua, Hizkia percaya kepada Tuhan, Allah Israel, dan tidak ada raja-raja Yehuda sebelum dia sesudahnya yang sama seperti dia (2 Raj. 18:5); Ketiga, Ia berpaut kepada TUHAN, tidak menyimpang dari pada mengikuti perintah Tuhan dan berpegang pada perintah-perintah TUHAN (2 Raj. 18:6).
Tuhan berpihak pada Hizkia, sehigga pada masa kepemimpinannya Hizkia mendapat kekayaan dan kemuliaan yang sangat besar. Ia juga telah membendung aliran Gihon di sebelah hulu, dan menyalurkannya ke hilir, ke sebelah barat, ke kota Daud. Hizkia berhasil dalam segala usahanya. (2Taw.32:27-31) Terowongan air yang dari mata air Gihon, telah membuat penduduk Yerusalem tetap mendapat air meskipun musuh mengepung Yerusalem.
Ketika berusia 39 tahun, Hizkia pernah sakit keras dan divonis bahwa ia akan meninggal dunia (Yes. 38 :1). Tetapi ia berdoa minta kesembuhan dari Tuhan dan Tuhan mengabulkan doanya. Ia sembuh dan Tuhan memperpanjang umurnya selama 15 tahun (Yes. 38 :5). Kesembuhan Hizkia disertai dengan tanda ajaib. (Yes. 38 :7-8).
Tanda ajaib ini ternyata telah menyebar, bahkan hingga ke manca Negara. Sesudah kesembuhannya, raja Babel, Merodakh Baladan mengirim utusannya dengan tujuan untuk mendengar penjelasan mengenai tanda ajaib itu. Tetapi apa yang dilakukan oleh Hizkia. Bukannya ia bersaksi akan kebesaran Tuhan yang telah menyembuhkan dan memberkatinya, tetapi yang dilakukannya adalah memamerkan seluruh harta benda yang dimilikinya. (Yes. 39: 2).
Hati Hizkia telah melekat pada harta benda yang dimilikinya, dia tidak lagi menceritakan bagaimana campur tangan Tuhan dalam hidupnya, tetapi bagaimana dia melihat dirinya memiliki kekuatan seiring dengan kepemilikan harta bendanya. Tidak ada lagi jarak pembatas antara Hizkia dengan harta bendanya. Kekuatan spiritualitas jahat yang dasyat pada harta benda telah mempengaruhi Hizkia. Harta benda telah menjadi berhala bagi Hizkia. Hizkia telah menyingkirkan posisi Tuhan itu dengan harta bendanya.
Tuan yang jahat itu telah menjadi tuan bagi Hizkia, sehingga ia juga ikut menjadi jahat. Ia menjadi jahat di mata Tuhan (2Taw. 32:25) dengan menyebutnya sebagai orang yang tidak tahu berterima kasih kepada Tuhan dan menjadi sombong. Ternyata kejahatan Hizkia tidak berhenti hanya di situ. Saat Yesaya menyampaikan hukuman yang akan menimpa kerajaannya dan keturunannya (Yes. 39:6-7), Hizkia bahkan tidak menghiraukannya dan yang Ia pikirkan  hanya kepentingannya sendiri saja (egoisme) yang penting itu tidak menimpa diriku (Yes. 39 :8).

Pertanyaan Diskusi :
1.    Bagaimana menurut saudara realitas “pemujaan” terhadap harta benda pada masa kini di masyarakat kita ?
2.    Menurut saudara, apakah yang menyebabkan orang menganggap harta benda sebagai kemuliaannya ? adakah kebudayaan di masyarakat yang mendukung terjadinya hal itu?
3.    Bagaimana kita seharusnya membuat pembatas yang tegas antara kita dengan harta benda yang kita miliki ?
Bacaan :  Lentera Umat Edisi 12.

Disampaikan pada acara ibadah (PA) Bapekkris PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Jakarta, 05 Agustus 2011  di Gedung Menara BTN Lt. 12