SELAMAT DATANG DI "TEOLOGI KAUMAWAM"

Salam dalam Kasih Tuhan Yesus Kristus. Terimakasih telah mampir di blog yg sederhana ini. Kami sangat berterimakasih bila saudara berkenan memberi tanggapan atas tulisan yang saudara baca di blog ini. Karena dengan tanggapan itu kami akan dapat belajar dan berbagi, sebab untuk itulah blog ini dibuat agar hidup kita tetap terpelihara dalam persekutuan. Semua tulisan dalam blog ini dapat dikutip dengan tetap mencantumkan sumbernya. Kiranya Tuhan Yesus memberkati kita. Pax Vobiscum, Erianto Hasibuan

Rabu, 18 Agustus 2010

Harga diri yang hilang

P. Erianto Hasibuan
Siapa yang tidak kenal dengan Imam Eli, seorang Imam di Silo yang semula mengira Hana (ibu Samuel) sedang mabuk karena mulutnya komat-kamit tanpa suara saat berdoa. Sekalipun demikian, Eli yang memberi keyakinan kepada Hana bahwa TUHAN akan mengabulkan Doa Hana.
Eli berhasil mendidik Samuel sebagai nazir di dalam asuhannya. Namun siapa yang menyangka bahwa Imam yang begitu dihormati tersebut ternyata gagal menanamkan kedisiplinan kepada anak-anak dan keluarganya. Ia tidak mampu menanamkan kedisipkinan kepada anak dan keluarganya. Bahkan hal yang paling mendasar sekalipun ia gagal menamkannya, yaitu penyalah gunaan wewenang. Kedua anak Eli telah menyalah gunakan wewenangnya sebagai anak Imam, mereka tidak hanya memanipulasi pengajaran kepada umat, saat umat mempertanyakan bahwa daging persembahan seharusnya dibakar terlebih dahulu lemaknya, baru dagingnya diambil, tetapi mereka bahkan berani mengambil HAK TUHAN, yaitu persembahan bakaran.
Pada akhirnya Eli kehilangan kedua anaknya Hofni dan Pineas yang mati pada hari yang sama. Eli sesungguhnya berharap kedua anaknya akan menggantikannya, dapat diduga bahwa Eli begitu mencintai anaknya, hingga ia tidak mampu menanamkan kedisiplinan kepada kedua anaknya. Tuhan memang tidak menghendaki kita menghormati apapun termasuk anak-anak kita melebihi hormat kepada TUHAN.
Republik ini belum lama merayakan hari kemerdekaan, pada saat yang sama pemimpin negeri ini, telah gagal menanamkan teladan kepada rakyatnya dalam hal memisahkan tugas kenegaraan dengan kepentingan keluarga. Pemberian souvenir yang menyangkut anak dan isteri tentu menggambarkan kecintaan sang pemimpin kepada anak dan isterinya yang dibarengi harapan laiknya Imam Eli, namun kehormatan yang diharapkan dapat berbuah hilangnya harga diri pada saat sang pemimpin tidak lagi mampu menyatakan tidak atas keinginan orang-orang terdekatnya. Semoga apa yang dialami Imam Eli tidak lagi terulang pada siapapun. (has18082010)