SELAMAT DATANG DI "TEOLOGI KAUMAWAM"

Salam dalam Kasih Tuhan Yesus Kristus. Terimakasih telah mampir di blog yg sederhana ini. Kami sangat berterimakasih bila saudara berkenan memberi tanggapan atas tulisan yang saudara baca di blog ini. Karena dengan tanggapan itu kami akan dapat belajar dan berbagi, sebab untuk itulah blog ini dibuat agar hidup kita tetap terpelihara dalam persekutuan. Semua tulisan dalam blog ini dapat dikutip dengan tetap mencantumkan sumbernya. Kiranya Tuhan Yesus memberkati kita. Pax Vobiscum, Erianto Hasibuan

Kamis, 13 Desember 2007

PENOLONG YANG SEPADAN

Oleh : P. Erianto Hasibuan *)
Bacaan : Kejadian 2 : 18-25
Nats : Kejadian 2 : 18

Pendahuluan :
Kita sebagai orang dewasa mungkin terlalu memikirkan banyak hal, hingga melupakan hal-hal yang kita anggap kecil, walaupun hal yang kita anggap kecil itu sessungguhnya memiliki makna yang sangat dalam. Sementara seorang anak yang memiliki pikiran yang polos dan tidak memikirkan terlalu banyak masalah justru selalu mengingat hal-hal kecil yang berdampak besar. Si anak yang telah mengingatkan si bapak, mengingatkan kita tentang bagaimana Yesus yang pernah menegor para muridnya yang menghalang-halangi anak kecil yang hendak menghadap Dia (Mark. 10:13-15). Dalam hal ini Yesus menegur pola pikir para muridnya yang memikirkan siapa yang terbesar diantara mereka dengan pola pikir dunia, tetapi Yesus justru menjelaskan kepada mereka dengan pola pikir surgawi yang sama sekali berbeda dengan pola pikir dunia, karena yang terbesar menurut Yesus adalah justru mereka merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil dalam hal memaafkan dan mempercayai tentunya dialah yang terbesar (Mat.. 18 : 1-5).

Tafsiran :
Bacaan kita, Kejadian 2 berbicara bagaimana Allah meciptakan tempat hidup bagi manusia ciptaanNya, yaitu Taman Eden dan bagaimana manusia itu ditugaskan untuk menguasai ciptaan Allah yang lainnya. Tetapi ternyata manusia itu menurut Allah ”Tidak baik, kalau seorang diri saja” (18) sehingga Allah akan memberikan penolong baginya. Tuhan Allah memberikan manusia itu memberi nama bagi semua binatang hutan dan burung (19) siapa tahu dari salah satunya ada yang dapat menjadi penolong bagi manusia itu. Tetapi akhirnya Allah tidak melihat penolong yang sepadan baginya, dan untuk itu Allah membangun seorang perempuan yang bahan dasarnya adalah dari manusia itu, dan itulah yang menjadi penolong yang sepadan baginya. Bagaimana komentar manusia itu atas perempuan itu? ”inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku”. (23). Dengan pengakuan yang sederhana ini pengarang menyatakan suatu kebenaran : Laki-laki dan Perempuan merupakan satu kesatuan yang erat. Bahkan dikatakan selanjutnya ”Dan seorang laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (24) dalam King James Version (KJV) dikatakan they shall be one flesh (mereka menjadi satu daging), sedangkan Today’s Version mengatakan they become one (mereka menjadi satu).
Mungkin yang lebih mudah menjelaskan bagaimana kesatuan manusia itu sebagai penolong yang sepadan dapat kita contohkan dengan tumbuhan berkeping satu (monokotil) dan tubuhan berkeping dua (dikotil), bagi tumbuhan berkeping dua tentu dengan sangat jelas kita dapat melihat adanya jalur pemisah pada biji tersebut, sehingga dengan mudah kita dapat memisahkannya menjadi dua tanpa alat bantu sekalipun misalnya kacang tanah, tidak demikian halnya dengan tumbuhan yang monokotil (berkeping satu) seperti biji salak. Andaipun kita dapat memisahkannya akan sangat sulit biji itu terpisah menjadi dua, karena tidak terlihat adanya garis pemisah tetapi menyatu, bagaikan one flesh.
Dengan penggambaran tersebut pengarang Kejadian 2 melakukan terobosan terhadap tradisi yang terjadi di Asia Barat Daya Kuno. Bagi mereka tujuan pernikahan adalah untuk membangun keturunan. Sebab itu Poligami (beristeri banyak) pada umumnya diterima dengan baik. Artinya pernikahan tanpa anak menjadi legitimasi bagi suami untuk Polgami. Tetapi Penulis Kejadian 2 berpendapat tujuan pernikahan adalah tolong menolong (penolong yang sepadan), artinya adalah penggabungan suami dan isteri menjadi satu kehidupan. Dengan sendirinya hal ini berarti monogami. (beristeri satu orang).

Refleksi/Renungan :
Akhir-akhir ini, hampir diseluruh media masa memperbincangkan perihal Poligami, kita semua sudah mengerti mengapa topik ini muncul. Bahkan PP no. 10 dan Undang-undang yang berkaitan dengan perkawinan mulai digugat. Pada peringatan hari ibu kali ini, ada baiknya kita merenungkan kembali, bagaimana panggilan Tuhan Allah yang sesungguhnya kepada kita. Karena didalam Poligami selalu yang dirugikan adalah kaum Ibu. Tetapi kali ini kita tidak akan berpolemik tentang Poligami tetapi jauh dari itu, kita mau melihat bagaimana Panggilan Tuhan atas manusia secara hakiki. Sehingga kita tidak disesatkan hanya oleh prilaku dari tokoh-tokoh Alkitab seperti misalnya Salomo yang beristeri 1000 (700 isteri dan 300 gundik), atau Daud yang Poligami karena perselingkuhannya dengan Betsyeba, atau bahka Abraham yang Poligami karena saran isterinya untuk mengambil Hagar budak Sarah. Atas semua prilaku tokoh Alkitab yang Poligami tersebut, apapun alasannya, satu hal yang dituliskan Alkitab, Poligami berdampak Negatif. Salomo terpaut kepada kepercayaan para isterinya yang kafir, Daud dikudeta oleh anaknya, Abraham meninggalkan permusuhan yang tiada henti antara saudara satu kemah (satu bapa/Ishak dan Ismail) hingga saat ini.
Jika Alkitab mengatakan bahwa tujuan penciptaan perempuan adalah sebagai penolong yang sepadan, hingga keduanya menjadi satu daging dalam arti menyatu secara keseluruhan bagaikan biji salak yang tidak dapat dilihat dimana batas-batas diantara keduanya. Maka umat Tuhan degan tegas harus berani menyatakan, bahwa penolong yang sepadan tersebut didasarkan pada kehendak Tuhan pada mulanya. Paulus dengan sangat baik memahami maksud Allah memberikan penolong yang sepadan, hingga ia mengatakan ” Isteri tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi suaminya, demikian pula suami tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi isterinya”.(I Kor 7 :4). Jika demikian, Bagaimana mungkin seorang Suami dapat memperlakukan isterinya dengan sekehendak hatinya ? sedang untuk tubuhnya sendiri ia tidak berkuasa? Demikian halnya dengan isteri.

Penutup :
Akhirnya, jika kita menyadari bagaimana keberadaan kita dan penolong kita yang sepadan, maka kita harus berani kembali kepada hubungan yang pada awalnya diciptakan oleh Allah. Hingga kita tidak lagi harus belajar dengan anak kecil yang memberi bunga bagi alm. Ibunya.
Allah tidak mengharapkan apa yang tidak kita miliki, tetapi apa yang kita miliki, sebagaimana yang dikatakan Paulus ”Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati”. (Rom. 12 :1)
*) Disampaikan pada kotabh di Gereja Oikumene Martubung pada 17 Desember 2006

Tidak ada komentar: