Dalam sebuah percakapan di rumah sakit, beberapa waktu yang lalu, aku tertegun mendengarkan cerita seorang saudara. Ia menceritakan saat beberapa tahun yang lalu ia di PHK dari pekerjaannya. Bagi keluarganya, peristiwa itu adalah peristiwa yang paling menyakitkan dan niscaya tak terlupakan. Rasa pemberontakan begitu kuat, kepada perusahaan maupun kepada Tuhan. Seolah mereka tak percaya mengapa Tuhan mengijinkan semua itu terjadi.
Tak lama berselang, sebuah perusahaan dalam skala yang lebih besar mempekerjakan yang bersangkutan. Belum lama bekerja di tempat itu, ia harus di rawat di rumah sakit. Penyakit yang dideritanya memerlukan perawatan yang intensive dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Ditengah-tengah sakit penyakit yang dideritanya, saudara tersebut bersaksi : “akhirnya kami memahami kebaikan Tuhan, tidak ada orang yang berharap sakit, namun bila peristiwa ini terjadi dan saya masih di tempat kerja yang lama, saya tidak bisa membayangkan bagaimana menyelesaikan semua biaya ini”.
Saudaraku, hidup ini dapat di ibaratkan dengan membaca sebuah buku yang berisi 100 halaman. Kala kita sampai pada halaman 45, kita kerap bertetiak dan memberontak atas jalan cerita yang kita dapatkan. Kita sesungguhnya tidak mengetahui bagaimana halaman selanjutnya, tetapi kita telah memberontak dan mengeluh, sedang Sang Khalik bahkan telah mengetahui hingga halaman 100.
Mari lebih peka memahami rancangan Tuhan, bukankah Paulus menuliskan “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” (Rom. 8:28). Untuk itu mari menjadi orang yang mengasihi Dia. Karena orang yang mengasihi tidak pernah ragu dan berprasangka buruk terhadap rancangan yang dikasihinya. (has20022010).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar