SELAMAT DATANG DI "TEOLOGI KAUMAWAM"

Salam dalam Kasih Tuhan Yesus Kristus. Terimakasih telah mampir di blog yg sederhana ini. Kami sangat berterimakasih bila saudara berkenan memberi tanggapan atas tulisan yang saudara baca di blog ini. Karena dengan tanggapan itu kami akan dapat belajar dan berbagi, sebab untuk itulah blog ini dibuat agar hidup kita tetap terpelihara dalam persekutuan. Semua tulisan dalam blog ini dapat dikutip dengan tetap mencantumkan sumbernya. Kiranya Tuhan Yesus memberkati kita. Pax Vobiscum, Erianto Hasibuan

Sabtu, 16 April 2011

Hamba, bukan sebatas nama

Oleh : P. Erianto Hasibuan, M. Div.

HARI Minggu ini dalam kalender gerejawi desebut dengan hari Minggu Palmarum. Minggu Palmarum menjadi penting karena lima hari setelahnya adalah Hari Raya Jumat Agung. Lima hari sebelum Jumat Agung (Penyaliban), Tuhan Yesus dieluelukan dengan penuh antusias oleh penduduk kota Yerusalem. Mereka berharap, Yesus dapat mereka angkat menjadi Raja Israel, sebuah harapan bangsa yang telah lama terjajah.

Mereka mengumandangkan mazmur pujian kepada Allah, seperti yang diajarkan oleh nenek moyang mereka ketika berziarah ke Bait Allah di Kota Jerusalem. Mazmur pujian itu berlatar belakang kemenangan nenek moyang mereka dalam peperangan pada masa lalu. Pujian mereka benar-benar menyanjung dan menghormati Tuhan Yesus dengan kutipan Mazmur 118:26. “Hosana!” yang berarti “Selamat sekarang”. Lalu seruan mereka berlanjut, “Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!” Nyata sekali bahwa kedatangan-Nya ke Jerusalem pada dasarnya adalah dengan tujuan baik, nama Tuhan disertakan dan diharapkan membawa berkat. Tetapi yang disayangkan, mereka tidak memperhatikan makna rohani dan lebih mementingkan pada gerakan politik untuk melawan pemerintah penjajahan Romawi.

Terabaikannya makna rohani atas pujian penduduk kota Israel, dibuktikan pada lima hari kemudian, saat harapan mereka tidak menjadi kenyataan, penduduk yang sama kembali berseru tetapi bukan lagi dengan seruan Hosana! tetapi menjadi, “Salibkan Dia!”

Hamba dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI) berarti budak, sedang dalam bahasa Yunani digunakan doulos yang berarti hamba atau orang yang bergantung pada. Jika kita mengaku bahwa kita adalah hamba Tuhan (yang dimaksud sudah barang tentu kita semua, bukan hanya terbatas pada mereka yang terlibat dalam jabatan-jabatan pelayanan) maka kita adalah orang yang bergantung pada Tuhan. Yesus telah memberikan teladan bagi kita, bagaimana Ia sebagai hamba yang bergantung pada Allah Bapa. Dia yang adalah Sang Pencipta rela mengambil rupa ciptaan (manusia) bahkan mengambil rupa yang paling hina yaitu hamba (Flp. 2:6-8). Hingga kematiannya pun disejajarkan dengan seorang penjahat (disalibkan).

Pujian yang dikumandangkan penduduk Yerusalem, tidak menggoyahkan pendiriannya sebagai hamba Allah yang mengemban tugas untuk menyelamatkan umat manusia, sekalipun itu penuh dengan derita di kayu salib. Itulah panggilan sejati, hamba buknan hanya sebatas nama yang diemban kala menyenangkan namun dilupakan kala penderita, hingga orang sekitar tidak dapat melihat dengan jelas makna hamba dalam kehidupan keseharian.

Minggu ini, anak-anak kita menerima Sakramen Pengakuan Iman/Sidi, selama sembilan bulan mereka telah dipersiapkan secara intensif oleh gereja sebagai katekisan, dan sepanjang usia mereka orang tua mereka telah membimbing mereka. Pengakuan Iman ini merupakan peristiwa penting yang mengantar mereka menjadi warga gereja yang dewasa. Kedewasaan tidak datang secara instan, tetapi memerlukan proses, jika lalai dalam proses maka para katekisan hanya akan mengkonsumsi “susu” sebagaiman kekecewaan Paulus pada jemaat di Korintus (1 Kor.3 :2)

Jadi, mari menjadi jemaat yang dewasa, bukan hanya sekedar sebutan pasca pengakuan Iman, tetapi dewasa karena kita mengetahui apa yang berkenan pada-Nya dan bertumbuh dalam pengetahuan yang benar tentang Allah. (Kol. 1:10)

Akhirnya, jika Yesus sendiri telah memberikan teladan bagi kita, bahwa Ia telah menjadi hamba dalam arti yang sesungguhnya, adakah kita lebih terhormat daripada Nya untuk mengambil kemuliaan bagi diri kita sendiri dengan menjadi majikan bagi hati kita ? (has10042011)
Tulisan ini merupakan renungan yang disampaikan di Warta Jemaat GKI KP Minggu 17 April 2011.

Tidak ada komentar: