SELAMAT DATANG DI "TEOLOGI KAUMAWAM"

Salam dalam Kasih Tuhan Yesus Kristus. Terimakasih telah mampir di blog yg sederhana ini. Kami sangat berterimakasih bila saudara berkenan memberi tanggapan atas tulisan yang saudara baca di blog ini. Karena dengan tanggapan itu kami akan dapat belajar dan berbagi, sebab untuk itulah blog ini dibuat agar hidup kita tetap terpelihara dalam persekutuan. Semua tulisan dalam blog ini dapat dikutip dengan tetap mencantumkan sumbernya. Kiranya Tuhan Yesus memberkati kita. Pax Vobiscum, Erianto Hasibuan

Rabu, 12 Oktober 2011

Harapan

Kata ini begitu kerap diucapkan, utamanya saat seseorang sedang memberI nasehat kepada mereka yang dalam kesusahan. Kerap diucapkan, namun tidak mudah mendapatkannya. Begitu banyak orang mengharapkan kata itu menjadi bagian dari hidupnya, tetapi begitu banyak pula tindakan yang ditujukan untuk menjauhkan realisasi dari kata itu.
Lihat saja acara di televise, dengan argumentasi untuk mengkritisi, tontonan yang disajikan mayoritas menyajikan “kegagalan” yang membuat kata “harapan” hanya sebuah impian yang hanya akan terwujud disaat kita sedang tidur.
Untuk sebuah majalah berita yang para pembacanya harus merogoh kocek lebih dalam, masih dapat diterima akal sehat, karena dapat dipastikan mereka yang membacanya adalah orang yang telah memiliki daya saring yang memadai untuk memisahkan antara “gossip”, “provokasi” dan fakta.
Tidak untuk sebuah acara televise, yang semua orang dapat menonton tanpa harus merogoh kocek sedikitpun. Tontonan tersebut justru membuat “harapan” berlari kencang menjauhi kaum “papa” yang menontonnya laiknya kecepatan mobil formula satu.
Konon kemudian “kita” yang memiliki daya saring cukup, kembali meneruskan cerita-cerita “serem” tersebut kepada mereka yang belum memiliki daya saring, sebagai orang yang dianggap memiliki kemampuan intlektual yang cukup, cerita kita kembali ditelan tanpa daya saring. Yang terjadi adalah pesimistis yang berkelanjutan. Akankah kita mengharapkan daya juang tinggi dalam masyarakat yang hidup dalam lingkaran persepsi pesimistis ?
Atasan menyalahkan bawahan, kolega menyalahkan rekan kerja, bawahan menyalahkan keadaan … dst. Lalu kapan keadaan tersebut akan membaik bila tidak ada yang memulai untuk mengatakan “masih ada harapan” untuk berbuat lebih baik.
Apakah teori X Douglas McGregor begitu merasuk, sehingga para atasan senantiasa mencurigai bawahannya dan harus mengawasi mereka terus menerus atau menyatakan hal-hal yang negative akan mereka?  Penulis seolah sedang berdiri sendiri di buritan kapal dan memandang ke lautan dalam kesendirian. Ditengah kesendirian, dengan tetap menyadarkan diri bahwa Douglas McGregor juga memberikan teori Y yang melihat dari sisi positif kemanusiaan, laiknya Sang Khalik saat usai mencipta manusia dengan bersabda “Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik.”
Jika semula dijadikan sungguh amat baik mengapa kita senantiasa memandang seolah tiada lagi tersisa yang baik ? Mari kembali melihat segala sesuatu dari hal yang baik, agar alam pikiran kita juga tetap memiliki harapan, yang dapat dirasakan orang disekitar kita, hingga akhirnya keputusasaan berubah menjadi harapan dan optimisme untuk berbuat lebih baik da lebih baik lagi …. Semoga  (erh12102011-bjd)

Tidak ada komentar: