Oleh : P. Erianto Hasibuan
MINGGU EXAUDI = DENGARLAH AKU YA TUHAN
Nats : Daniel 3 : 20-29 BACAAN : Wahyu 3 : 7b-11
PENDAHULUAN :
Cerita Daniel dan ketiga sahabatnya Hanaya, Misael dan Azarya adalah cerita yang sangat populer dan telah akrab ditelinga kita sejak kita masih kanak-kanak, utamanya bagi mereka yang aktif di sekolah minggu. Jadi apa lagi yang menarik dari kisah Daniel dan sahabat-sahabatnya ini yang akan kita bicarakan saat ini ?. Pada minggu Exaudi yaitu Dengarlah aku ya Tuhan, kita dibimbing dengan epistola dari Wahyu 3 : 7b-11 yang membicarakan jemaat Filadelfia. Filadelfia merupakan suatu jemaat yang setia yang mematuhi firman Kristus dan tidak menyangkal Dia. Mereka telah menerima pertentangan dari dunia dan menolak untuk menyesuaikan diri dengan kecenderungan jahat dari jemaat-jemaat lainnya. Oleh karena kesetiaan mereka yang teguh maka Allah berjanji untuk melepaskan mereka dari masa kesengsaraan. Jika kita ingat latar belakang penulisan Wahyu oleh Yohanes dilatarbelakangi oleh penganiayaan yang dilakukan oleh Domitianus yang memuja dirinya sendiri. Tetapi ditengah kondisi tersebut ternyata masih ada jemaat yang masih berani tampil beda untuk tetap setia hanya memuji Allah didalam Kristus.
Cerita Daniel dan ketiga sahabatnya, dilatarbelakangi oleh jatuhnya kerajaan Yehuda dibawah pemerintahan Yoyakim kepada Nebukadnezar, raja Babel. (Dan 1:1 dab). Kerajaan Babel sebagai kerajaan penakluk, telah menjadi besar dan pada akhirnya mereka kekurangan tenaga terpelajar dari bangsanya sendiri untuk dapat menjalankan pemerintahan, karena itu Nebukadnezar memilih pemuda-pemuda tampan, sehat dan terpelajar dan membawa mereka ke Babel untuk mengajarkan kebudayaan dan bahasa Babel kepada mereka sehingga dapat dipakai untuk melayani kerajaan. Supaya diterima sebagai pegawai kerajaan Daniel dan kawan-kawan memerlukan kewarganegaraan Babel, untuk itu mereka diberi nama Babel, Daniel (Beltsazar) dan ketiga sahabatnya Hanaya (Sadrakh), Misael (Mesakh) dan Azarya (Abednego).
DUA KONTRADIKSI
1. Nebukadnezar Contoh Pemimpin yang buruk
Jika kita perhatian Nats kita Daniel 3 : 20-29, kita akan melihat 2 kontradiksi dalam kisah ini, yang pertama adalah Raja Babel Nebukadnezar, ia adalah contoh pemimpin yang tidak konsisten (labil), mari kita lihat ke pasal sebelumnya. Dalam Daniel 2, setelah tiada seorangpun dari para orang berilmu, ahli jampi, ahli sihir dan Kasdim yang dapat menjelaskan arti mimpi tersebut kecuali Daniel, maka Nebukadnezar mengakui bahwa Allah yang disembah Daniel adalah Allah yang mengatasi segala allah. (Daniel 2 :47-48). Tetapi dengan berlalunya waktu dan dengan semakin berlimpahnya kemakmuran atas negeri yang dikuasainya, serta merta ia membuat peraturan yang mengarah kepada kepuasan pribadinya sendiri yang pada akhirnya bermuara pada pengkultusan individu sebagaimana yang dilakukan oleh Domitianus pada latar belakang kitab Wahyu. Ketidak konsistenan Nebukadnezar terlihat dengan peraturan yang dibuatnya untuk menyembah patung yang dibuatnya. Mengapa Nebukadnezar begitu cepat berubah kepada penyembahan berhala (patung) sementara ia telah mengakui kebesaran Allah yang disembah Daniel ?. Jawabannya adalah karena ia hanya mengakui bahwa Allah yang disembah Daniel adalah Allah yang lebih besar dari berbagai allah lain. Artinya ia tetap mengakui keberadaan allah lain. Bukannya mengakui adanya Allah yang Esa. Pengakuan Nebukadnezar ini juga kerap kita lakukan secara sadar atau tidak sadar. Saat kita mendapatkan manfaat dari penyembahan kita kepada Allah misalnya doa kita dijawab (dikabulkan) kita mengakui kebesaran Tuhan, tetapi pada saat doa kita tidak kunjung dijawab (menurut versi kita) maka kita meminta pertolongan kepada allah lain, ke orang pintar atau dukun misalnya. Bukankah ini juga menunjukkan ketidak konsistenan kita kepada Allah ? Bukankah seharusnya kita mengakui hanya ada satu Allah didalam Yesus Kristus yang kita sembah walau bagaimana konsisi kita.
Nebukadnezar adalah contoh pemimpin yang emosional (spgr-toba), pada saat ia mendengar laporan dari para Kasdim bahwa orang Yahudi tidak menyembah patung tersebut pada saat sangkakala, seruling, kecap, rebab, gambus dan berbagai bunyi-bunyian dikumandangkan, ia menjadi begitu marahnya hingga meminta api dipanaskan 7 kali lebih panas, akibat ulahnya tersebut bahkan telah menghabisi nyawa prajuritnya yang mengangkat Sadrakh, Mesakh dan Abednego ke dalam perapian. Emosi Nebukadnezar didorong oleh ambisi pribadinya hingga ia tidak mampu berfikir secara rasional dan mengingat kembali bahwa sebagaian dari kejayaannya tidak terlepas dari jasa para gubernurnya yaitu Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Emosi/Panas hati ini juga yang membuat Kain tega membunuh saudaranya sendiri Habil (Kej. 4: 6-7) karena hati yang panas inilah merupakan pintu masuk bagi kebencian, dan bila tidak dapat dikuasasi akan menjadi tindakan kekerasan bahkan pembunuhan. Kita kadang juga diperhadapkan pada hal yang sama, karena ketidak sukaan kita terhadap seseorang telah menghasilkan emosi sehingga apapun yang dikatakan orang tersebut kita tidak dapat menerima dan bahkan menentangnya seolah menjadi sebuah ketidak benaran, sekalipun didalamnya ada kebenaran, bahkan kita melupakan hal-hal baik yang pernah ada diantara kita dengannya. Tidak jarang orang melukiskan kebenciannya dengan mengatakan “ dang diahu dang diho tumagonan tu begu” (tidak untuk ku tidak juga untuk mu lebih baik untuk hantu)
2. Sadrakh, Mesakh dan Abednego Contoh ketaatan yang sempurna
Daniel, Sadrakh, Mesakh dan Abednego adalah orang Yahudi yang dibawa oleh Aspenas atas perintah Nebukadnezar ke Babel, tidak hanya dibawa ke Babel tetapi keempat orang ini juga dijadikan sebagai orang Babel dengan mengganti nama mereka dari nama Yahudi Beltsazar (Daniel) dan ketiga sahabatnya Hanaya (Sadrakh), Misael (Mesakh) dan Azarya (Abednego), nama yang semula artinya adalah untuk memuji Allah Isreel mis. Daniel Allah adalah hakimku menjadi Beltsazar Bel dewa tertinggi Babel melindungi hidupnya demikian juga dengan Hanaya Tuhan menunjukkan kasih karunia menjadi Sadrakh Hamba Aku yaitu dewa bulan tidak hanya itu mereka juga diberikan pendidikan secara Kasdim dan makanan dari makanan raja (Dan. 1 : 3-7). Mereka dididik selama 3 tahun. Tetapi sekalipun diberi kenikmatan di Babel, tetapi Daniel dan ketiga sahabatnya tetap tidak mau menajiskan diri dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum oleh raja. Dalam hal ini Daniel dan ketiga sahabatnya tetap mempertahankan kesucian hidupnya untuk tidak memakan makanan yang telah dipersembahkan kepada berhala/dewa. Ketaatan mereka yang menjadikan mereka berani tampil beda dari sekian banyak para pelajar lainnya telah mengkawatirkan pengurus istana bahwa mereka nanti kelihatan tidak sehat dan pintar. Tetapi Daniel dengan ketaatan yang penuh telah sanggup untuk meminta diadakan perlombaan selama sepuluh hari, mereka tidak mengkonsumsi makanan raja dan anggur tetapi hanya memakan sayur. Setelah sepuluh hari ternyata mereka kelihatan lebih gemuk dari semua orang muda yang memakan santapan raja (Dan 1: 15), bahkan kepada keempat orang tersebut Allah telah memberikan pengetahuan dan kepandaian tentang berbagai-bagai tulisan dan hikmat, dan Daniel juga mempunyai pengertian tentang berbagai-bagai penglihatan dan mimpi. (Dan 1:17) Kemampuan ini yang nantinya digunakan oleh Daniel untuk menyingkapkan misteri dari mimpi raja yang tidak mampu disingkapkan seluaruh orang pintar di Babel.
Kemampuan yang dimiliki oleh Daniel telah mengantarkan mereka menduduki posisi kunci di kerajaan Babel. Ketiga sahabatnya atas saran Daniel telah ditempatkan menjadi gubernur di berbagai wilayah di Babel. Ketaatan mereka telah menghasilkan berkat dan suka cita yang besar bagi mereka. Tetapi ternyata ketaatan dan kesetiaan tidak selalu mendatangkan berkat dan pujian (kesenangan), tetapi juga membutuhkan pengorbanan.
Nebukadnezar yang telah terbuai dengan kekuasaan dan ambisinya, membuat sebuah patung emas yang besar, dan pada saat peresmian ia mengundang seluruh petinggi negeri termasuk para gubernur, hingga ketiga sahabat Daniel hadir, tidak dijelaskan mengapa Daniel tidak ada pada kesempatan tersebut. Pada saat mereka harus menyembah kepada patung tersebut, ketiga sahabat Daniel ini ternyata tetap konsisten terhadap iman percayanya, kepercayaannya tidak luntur oleh kemilau jabatan yang diembannya. Mereka pasti sadar betul bahwa ketidak taatan mereka terhadap Nebukadnezar bukan hanya akan menghilangkan jabatan mereka, tetapi bahkan nyawa mereka. Siapa sih sesungguhnya yang sudi kehilangan jabatan yang begitu mengah?, apa sih susahnya hanya sekedar menyembah kepada patung, toh belum tentu itu artinya berkhianat kepada yang kita percayai atau Allah yang kita sembah? Itu mungkin pikiran kita. Tetapi Sadrakh, Mesakh dan Abednego memiliki kesetiaan dan ketaatan yang didasari pada iman yang teguh kepada Allah, mereka berani tampil beda dan siap untuk berjalan bersama Allah dalam situasi apapun. Tidak sekedar hanya dikala senang. Perhatiakan bagaimana mereka bertiga menghadapi arogansi seorang Nebukadnezar : “ Dan 3:15 Sekarang, jika kamu bersedia, demi kamu mendengar bunyi sangkakala, seruling, kecapi, rebab, gambus, serdam dan berbagai-bagai jenis bunyi-bunyian, sujudlah menyembah patung yang kubuat itu! Tetapi jika kamu tidak menyembah, kamu akan dicampakkan seketika itu juga ke dalam perapian yang menyala-nyala. Dan dewa manakah yang dapat melepaskan kamu dari dalam tanganku?"
Nebukadnezar telah beranggapan bahwa dirinya bahkan lebih kuat dari para dewa. Tetapi dengan penuh ketenangan sebagai buah dari kepercayaannya kepada Allah mereka merespon “ Dan 3:16 Lalu Sadrakh, Mesakh dan Abednego menjawab raja Nebukadnezar: "Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini. 3:17 Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; 3:18 tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu."
Ini adalah jawaban penuh iman yang menyatakan sesungguhnya Nebukadnezar bukanlah penentu nasib mereka, dan kepercayaan mereka kepada Allah tidak tergantung pada hukuman yang diberikan raja kepada mereka. Sekalipun mereka harus dihukum mereka tetap tidak akan menyembah patung buatan tangan manusia tersebut.
Ternyata kepercayaan mereka yang bulat kepada Allah telah menghasilkan mujizat yang luar biasa, Allah telah meluputkan mereka dari panas api yang membara, bahkan Nebukadnezar sendiri menyaksikan ada seorang yang bagaikan anak dewa (3:25), apa hasil mujizat tersebut?, hasilnya adalah Nama Allah ditinggikan di Babel, untuk kedua kalinya setelah penyingkapan mimpi oleh Daniel, kembali Nebukadnezar mengakui kebesaran Allah dengan mengatakan “terpujilah Allahnya Sadrakh, Mesakh dan Abednego (3:28) Pada akhirnya Nebukadnezar menitahkan (3:29) bahwa setiap orang dari bangsa, suku bangsa atau bahasa mana pun ia, yang mengucapkan penghinaan terhadap Allahnya Sadrakh, Mesakh dan Abednego, akan dipenggal-penggal dan rumahnya akan dirobohkan menjadi timbunan puing, karena tidak ada allah lain yang dapat melepaskan secara demikian itu."
3:30 Lalu raja memberikan kedudukan tinggi kepada Sadrakh, Mesakh dan Abednego di wilayah Babel.
Simpulan
Nebukadnezar saat mendengar ada yang tidak mengindahkan titahnya dipenuhi dengan rasa amarah, karena ia merasa paling berkuasa, tetapi ada orang yang tidak taat kepada titahnya, ia khawatir kehilangan rasa kemasyurannya hingga dengan serta merta ingin menghabisi mereka yang tidak mengakui kekuasaannya. Sadrakh, Mesakh dan Abednego, sama sekali tidak khawatir akan kehilangan apapun bahkan nyawanya sehingga ia tetap taat kepada Allah. Logika manusia mereka akan kehilangan segalanya bahkan nyawanya saat mereka tetap bertahan untuk tidak menyembah berhala tersebut dan diamsukkan kedalam api, tetapi benarlah yang dikatakan Matius dalam Mat. 10:39 Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.
Nebukadnezar akhirnya kehilangan kewibawaannya saat ia melihat bahwa ketiga orang tersebut tidak mati, bahkan prajurutnya yang mati kepanasan saat mencampakkan ketiga orang tersebut kedalam perapian. Tetapi Sadrakh, Mesakh dan Abednego tidak hanya memperoleh nyawanya kembali tetapi kemuliaan Allah di Babel dengan dikeluarkannya perintah Raja bahwa setiap orang dari bangsa, suku bangsa atau bahasa mana pun ia, yang mengucapkan penghinaan terhadap Allahnya Sadrakh, Mesakh dan Abednego, akan dipenggal-penggal dan rumahnya akan dirobohkan menjadi timbunan puing, Lebih dari itu mereka diberikan kedudukan tinggi kepada Sadrakh, Mesakh dan Abednego di wilayah Babel.
Disampaikan pada Kotbah Minggu 6 April 2008 Pkl. 10.15 GEREJA POUK MARANATHA MEDAN – SUMUT.
MINGGU EXAUDI = DENGARLAH AKU YA TUHAN
Nats : Daniel 3 : 20-29 BACAAN : Wahyu 3 : 7b-11
PENDAHULUAN :
Cerita Daniel dan ketiga sahabatnya Hanaya, Misael dan Azarya adalah cerita yang sangat populer dan telah akrab ditelinga kita sejak kita masih kanak-kanak, utamanya bagi mereka yang aktif di sekolah minggu. Jadi apa lagi yang menarik dari kisah Daniel dan sahabat-sahabatnya ini yang akan kita bicarakan saat ini ?. Pada minggu Exaudi yaitu Dengarlah aku ya Tuhan, kita dibimbing dengan epistola dari Wahyu 3 : 7b-11 yang membicarakan jemaat Filadelfia. Filadelfia merupakan suatu jemaat yang setia yang mematuhi firman Kristus dan tidak menyangkal Dia. Mereka telah menerima pertentangan dari dunia dan menolak untuk menyesuaikan diri dengan kecenderungan jahat dari jemaat-jemaat lainnya. Oleh karena kesetiaan mereka yang teguh maka Allah berjanji untuk melepaskan mereka dari masa kesengsaraan. Jika kita ingat latar belakang penulisan Wahyu oleh Yohanes dilatarbelakangi oleh penganiayaan yang dilakukan oleh Domitianus yang memuja dirinya sendiri. Tetapi ditengah kondisi tersebut ternyata masih ada jemaat yang masih berani tampil beda untuk tetap setia hanya memuji Allah didalam Kristus.
Cerita Daniel dan ketiga sahabatnya, dilatarbelakangi oleh jatuhnya kerajaan Yehuda dibawah pemerintahan Yoyakim kepada Nebukadnezar, raja Babel. (Dan 1:1 dab). Kerajaan Babel sebagai kerajaan penakluk, telah menjadi besar dan pada akhirnya mereka kekurangan tenaga terpelajar dari bangsanya sendiri untuk dapat menjalankan pemerintahan, karena itu Nebukadnezar memilih pemuda-pemuda tampan, sehat dan terpelajar dan membawa mereka ke Babel untuk mengajarkan kebudayaan dan bahasa Babel kepada mereka sehingga dapat dipakai untuk melayani kerajaan. Supaya diterima sebagai pegawai kerajaan Daniel dan kawan-kawan memerlukan kewarganegaraan Babel, untuk itu mereka diberi nama Babel, Daniel (Beltsazar) dan ketiga sahabatnya Hanaya (Sadrakh), Misael (Mesakh) dan Azarya (Abednego).
DUA KONTRADIKSI
1. Nebukadnezar Contoh Pemimpin yang buruk
Jika kita perhatian Nats kita Daniel 3 : 20-29, kita akan melihat 2 kontradiksi dalam kisah ini, yang pertama adalah Raja Babel Nebukadnezar, ia adalah contoh pemimpin yang tidak konsisten (labil), mari kita lihat ke pasal sebelumnya. Dalam Daniel 2, setelah tiada seorangpun dari para orang berilmu, ahli jampi, ahli sihir dan Kasdim yang dapat menjelaskan arti mimpi tersebut kecuali Daniel, maka Nebukadnezar mengakui bahwa Allah yang disembah Daniel adalah Allah yang mengatasi segala allah. (Daniel 2 :47-48). Tetapi dengan berlalunya waktu dan dengan semakin berlimpahnya kemakmuran atas negeri yang dikuasainya, serta merta ia membuat peraturan yang mengarah kepada kepuasan pribadinya sendiri yang pada akhirnya bermuara pada pengkultusan individu sebagaimana yang dilakukan oleh Domitianus pada latar belakang kitab Wahyu. Ketidak konsistenan Nebukadnezar terlihat dengan peraturan yang dibuatnya untuk menyembah patung yang dibuatnya. Mengapa Nebukadnezar begitu cepat berubah kepada penyembahan berhala (patung) sementara ia telah mengakui kebesaran Allah yang disembah Daniel ?. Jawabannya adalah karena ia hanya mengakui bahwa Allah yang disembah Daniel adalah Allah yang lebih besar dari berbagai allah lain. Artinya ia tetap mengakui keberadaan allah lain. Bukannya mengakui adanya Allah yang Esa. Pengakuan Nebukadnezar ini juga kerap kita lakukan secara sadar atau tidak sadar. Saat kita mendapatkan manfaat dari penyembahan kita kepada Allah misalnya doa kita dijawab (dikabulkan) kita mengakui kebesaran Tuhan, tetapi pada saat doa kita tidak kunjung dijawab (menurut versi kita) maka kita meminta pertolongan kepada allah lain, ke orang pintar atau dukun misalnya. Bukankah ini juga menunjukkan ketidak konsistenan kita kepada Allah ? Bukankah seharusnya kita mengakui hanya ada satu Allah didalam Yesus Kristus yang kita sembah walau bagaimana konsisi kita.
Nebukadnezar adalah contoh pemimpin yang emosional (spgr-toba), pada saat ia mendengar laporan dari para Kasdim bahwa orang Yahudi tidak menyembah patung tersebut pada saat sangkakala, seruling, kecap, rebab, gambus dan berbagai bunyi-bunyian dikumandangkan, ia menjadi begitu marahnya hingga meminta api dipanaskan 7 kali lebih panas, akibat ulahnya tersebut bahkan telah menghabisi nyawa prajuritnya yang mengangkat Sadrakh, Mesakh dan Abednego ke dalam perapian. Emosi Nebukadnezar didorong oleh ambisi pribadinya hingga ia tidak mampu berfikir secara rasional dan mengingat kembali bahwa sebagaian dari kejayaannya tidak terlepas dari jasa para gubernurnya yaitu Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Emosi/Panas hati ini juga yang membuat Kain tega membunuh saudaranya sendiri Habil (Kej. 4: 6-7) karena hati yang panas inilah merupakan pintu masuk bagi kebencian, dan bila tidak dapat dikuasasi akan menjadi tindakan kekerasan bahkan pembunuhan. Kita kadang juga diperhadapkan pada hal yang sama, karena ketidak sukaan kita terhadap seseorang telah menghasilkan emosi sehingga apapun yang dikatakan orang tersebut kita tidak dapat menerima dan bahkan menentangnya seolah menjadi sebuah ketidak benaran, sekalipun didalamnya ada kebenaran, bahkan kita melupakan hal-hal baik yang pernah ada diantara kita dengannya. Tidak jarang orang melukiskan kebenciannya dengan mengatakan “ dang diahu dang diho tumagonan tu begu” (tidak untuk ku tidak juga untuk mu lebih baik untuk hantu)
2. Sadrakh, Mesakh dan Abednego Contoh ketaatan yang sempurna
Daniel, Sadrakh, Mesakh dan Abednego adalah orang Yahudi yang dibawa oleh Aspenas atas perintah Nebukadnezar ke Babel, tidak hanya dibawa ke Babel tetapi keempat orang ini juga dijadikan sebagai orang Babel dengan mengganti nama mereka dari nama Yahudi Beltsazar (Daniel) dan ketiga sahabatnya Hanaya (Sadrakh), Misael (Mesakh) dan Azarya (Abednego), nama yang semula artinya adalah untuk memuji Allah Isreel mis. Daniel Allah adalah hakimku menjadi Beltsazar Bel dewa tertinggi Babel melindungi hidupnya demikian juga dengan Hanaya Tuhan menunjukkan kasih karunia menjadi Sadrakh Hamba Aku yaitu dewa bulan tidak hanya itu mereka juga diberikan pendidikan secara Kasdim dan makanan dari makanan raja (Dan. 1 : 3-7). Mereka dididik selama 3 tahun. Tetapi sekalipun diberi kenikmatan di Babel, tetapi Daniel dan ketiga sahabatnya tetap tidak mau menajiskan diri dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum oleh raja. Dalam hal ini Daniel dan ketiga sahabatnya tetap mempertahankan kesucian hidupnya untuk tidak memakan makanan yang telah dipersembahkan kepada berhala/dewa. Ketaatan mereka yang menjadikan mereka berani tampil beda dari sekian banyak para pelajar lainnya telah mengkawatirkan pengurus istana bahwa mereka nanti kelihatan tidak sehat dan pintar. Tetapi Daniel dengan ketaatan yang penuh telah sanggup untuk meminta diadakan perlombaan selama sepuluh hari, mereka tidak mengkonsumsi makanan raja dan anggur tetapi hanya memakan sayur. Setelah sepuluh hari ternyata mereka kelihatan lebih gemuk dari semua orang muda yang memakan santapan raja (Dan 1: 15), bahkan kepada keempat orang tersebut Allah telah memberikan pengetahuan dan kepandaian tentang berbagai-bagai tulisan dan hikmat, dan Daniel juga mempunyai pengertian tentang berbagai-bagai penglihatan dan mimpi. (Dan 1:17) Kemampuan ini yang nantinya digunakan oleh Daniel untuk menyingkapkan misteri dari mimpi raja yang tidak mampu disingkapkan seluaruh orang pintar di Babel.
Kemampuan yang dimiliki oleh Daniel telah mengantarkan mereka menduduki posisi kunci di kerajaan Babel. Ketiga sahabatnya atas saran Daniel telah ditempatkan menjadi gubernur di berbagai wilayah di Babel. Ketaatan mereka telah menghasilkan berkat dan suka cita yang besar bagi mereka. Tetapi ternyata ketaatan dan kesetiaan tidak selalu mendatangkan berkat dan pujian (kesenangan), tetapi juga membutuhkan pengorbanan.
Nebukadnezar yang telah terbuai dengan kekuasaan dan ambisinya, membuat sebuah patung emas yang besar, dan pada saat peresmian ia mengundang seluruh petinggi negeri termasuk para gubernur, hingga ketiga sahabat Daniel hadir, tidak dijelaskan mengapa Daniel tidak ada pada kesempatan tersebut. Pada saat mereka harus menyembah kepada patung tersebut, ketiga sahabat Daniel ini ternyata tetap konsisten terhadap iman percayanya, kepercayaannya tidak luntur oleh kemilau jabatan yang diembannya. Mereka pasti sadar betul bahwa ketidak taatan mereka terhadap Nebukadnezar bukan hanya akan menghilangkan jabatan mereka, tetapi bahkan nyawa mereka. Siapa sih sesungguhnya yang sudi kehilangan jabatan yang begitu mengah?, apa sih susahnya hanya sekedar menyembah kepada patung, toh belum tentu itu artinya berkhianat kepada yang kita percayai atau Allah yang kita sembah? Itu mungkin pikiran kita. Tetapi Sadrakh, Mesakh dan Abednego memiliki kesetiaan dan ketaatan yang didasari pada iman yang teguh kepada Allah, mereka berani tampil beda dan siap untuk berjalan bersama Allah dalam situasi apapun. Tidak sekedar hanya dikala senang. Perhatiakan bagaimana mereka bertiga menghadapi arogansi seorang Nebukadnezar : “ Dan 3:15 Sekarang, jika kamu bersedia, demi kamu mendengar bunyi sangkakala, seruling, kecapi, rebab, gambus, serdam dan berbagai-bagai jenis bunyi-bunyian, sujudlah menyembah patung yang kubuat itu! Tetapi jika kamu tidak menyembah, kamu akan dicampakkan seketika itu juga ke dalam perapian yang menyala-nyala. Dan dewa manakah yang dapat melepaskan kamu dari dalam tanganku?"
Nebukadnezar telah beranggapan bahwa dirinya bahkan lebih kuat dari para dewa. Tetapi dengan penuh ketenangan sebagai buah dari kepercayaannya kepada Allah mereka merespon “ Dan 3:16 Lalu Sadrakh, Mesakh dan Abednego menjawab raja Nebukadnezar: "Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini. 3:17 Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; 3:18 tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu."
Ini adalah jawaban penuh iman yang menyatakan sesungguhnya Nebukadnezar bukanlah penentu nasib mereka, dan kepercayaan mereka kepada Allah tidak tergantung pada hukuman yang diberikan raja kepada mereka. Sekalipun mereka harus dihukum mereka tetap tidak akan menyembah patung buatan tangan manusia tersebut.
Ternyata kepercayaan mereka yang bulat kepada Allah telah menghasilkan mujizat yang luar biasa, Allah telah meluputkan mereka dari panas api yang membara, bahkan Nebukadnezar sendiri menyaksikan ada seorang yang bagaikan anak dewa (3:25), apa hasil mujizat tersebut?, hasilnya adalah Nama Allah ditinggikan di Babel, untuk kedua kalinya setelah penyingkapan mimpi oleh Daniel, kembali Nebukadnezar mengakui kebesaran Allah dengan mengatakan “terpujilah Allahnya Sadrakh, Mesakh dan Abednego (3:28) Pada akhirnya Nebukadnezar menitahkan (3:29) bahwa setiap orang dari bangsa, suku bangsa atau bahasa mana pun ia, yang mengucapkan penghinaan terhadap Allahnya Sadrakh, Mesakh dan Abednego, akan dipenggal-penggal dan rumahnya akan dirobohkan menjadi timbunan puing, karena tidak ada allah lain yang dapat melepaskan secara demikian itu."
3:30 Lalu raja memberikan kedudukan tinggi kepada Sadrakh, Mesakh dan Abednego di wilayah Babel.
Simpulan
Nebukadnezar saat mendengar ada yang tidak mengindahkan titahnya dipenuhi dengan rasa amarah, karena ia merasa paling berkuasa, tetapi ada orang yang tidak taat kepada titahnya, ia khawatir kehilangan rasa kemasyurannya hingga dengan serta merta ingin menghabisi mereka yang tidak mengakui kekuasaannya. Sadrakh, Mesakh dan Abednego, sama sekali tidak khawatir akan kehilangan apapun bahkan nyawanya sehingga ia tetap taat kepada Allah. Logika manusia mereka akan kehilangan segalanya bahkan nyawanya saat mereka tetap bertahan untuk tidak menyembah berhala tersebut dan diamsukkan kedalam api, tetapi benarlah yang dikatakan Matius dalam Mat. 10:39 Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.
Nebukadnezar akhirnya kehilangan kewibawaannya saat ia melihat bahwa ketiga orang tersebut tidak mati, bahkan prajurutnya yang mati kepanasan saat mencampakkan ketiga orang tersebut kedalam perapian. Tetapi Sadrakh, Mesakh dan Abednego tidak hanya memperoleh nyawanya kembali tetapi kemuliaan Allah di Babel dengan dikeluarkannya perintah Raja bahwa setiap orang dari bangsa, suku bangsa atau bahasa mana pun ia, yang mengucapkan penghinaan terhadap Allahnya Sadrakh, Mesakh dan Abednego, akan dipenggal-penggal dan rumahnya akan dirobohkan menjadi timbunan puing, Lebih dari itu mereka diberikan kedudukan tinggi kepada Sadrakh, Mesakh dan Abednego di wilayah Babel.
Disampaikan pada Kotbah Minggu 6 April 2008 Pkl. 10.15 GEREJA POUK MARANATHA MEDAN – SUMUT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar